Wati:Watiception


CHAPTER 6

Wati membuka matanya dengan lebar. Tangannya reflek merapikan Poni Maria Mercedes-nya. Tak terjadi apa-apa. Ia kebingungan setengah mati dengan apa yang ia alami. Pertama, teman-teman dan guru yang hilang, kemunculan Telur misterius dan terakhir lahirnya seorang bayi dari Telur aneh itu. Namun, di hadapannya kini tak terjadi apa-apa. Ningsih yang sedang duduk di sampingnya sedang asyik mengunyah Abon Kuda rasa jeruk saus cabe yang dibumbui dengan rempah-rempah warisan suku Maya, Ibu Mingce yang sedang duduk di meja guru sedang asyik mencoba kacamata berbentuk Planet Saturnus dan terakhir ia melihat Udin dan Cowok Cakep Kelas Sebelah sedang asyik mengobrol seperti biasanya. Demikian pula Siti sedang asyik dipijit oleh Ijah.

“AAAAAAAAH….!!!!” Wati berteriak sekuat tenaga sehingga menjadi pusat perhatian di kelasnya.

“Kamu kenapa Wati?” tanya Ibu Mingce dengan ketus. Kali ini ia mengenakan Kacamata berbentuk segitiga sama kaki berwarna kelabu. Ia melangkah dengan anggun menuju ke arah Meja Wati. Kedua tangannya berkacak pinggang sambil sesekali menoleh ke kiri dan ke kanan. Tak lupa ia melambai-lambaikan tangannya bak ratu sejagat.

“Maafkan saya, bu. Saya bingung apa yang sebenarnya terjadi”.

Wajah Ibu Mingce mendekat ke wajah Wati sampai ia bisa melihat pori-porinya yang besar seperti kulit jeruk. Ia lalu berbisik.

“Kalau lo cuma mau cari perhatian Udin, lo salah besar. Udin nggak bakal mau meratiin lo sampai kapanpun! Ngerti!!!”

Wajah Wati memucat. Keringat dingin mengucur deras di punggungnya. Ningsih memeluk tubuh Wati sambil merapikan kacamatanya yang melorot. Wati tampak ketakutan usai Ibu Mingce berjalan meninggalkan meja mereka.

“Ibu sudah nggak mau ngurusin masalah nggak penting seperti ini. Setelah ini, Wati, lo harus ke ruangan kepala sekolah secepatnya. Siapa tahu dia bisa membantu masalah lo. Oke, anak-anak sampai di sini pelajarannya”. Wati melihat Ibu Mingce melirik ke arah Udin dengan senyum semangat. Ia juga melihat Ibu Mingce mengganti model kacamata segitiga sama sisinya dengan model kacamata segitiga siku-siku.

Siti berjalan menuju meja Udin dan Cowok Cakep Kelas Sbelah berusaha untuk mencari perhatian tapi nihil. Dua cowok cakep itu justru begandengan keluar kelas dengan santai meninggalkan Siti yang cemberut.

“Apa yang sebenarnya terjadi, Wat. Aduh sampai keringat lo banyak gini” Ningsih berusaha menyeka keringat yang mengalir sangat banyak di wajah sahabatnya.

“Gue sendiri nggak ngerti apa sebenarnya yang terjadi sama gue. Gue bingung. Kepala gue pusing banget. Gue ngalamin peritiwa aneh dan berlapis..”

“Berapa lapis?” Ningsih memotong penjelasan Wati dengan wajah bersemangat.

“Ratusan..”

Kemudian hening.

Kepala sekolah Wati bernama Kripi. Seperti namanya ia sedikit Creepy. Lelaki beruban dengan tubuh super kurus. Wajahnya dipenuhi seribu kerutan. Hobinya adalah menari Ballet. Ia menghabiskan berjam-jam di ruangannya untuk berlatih kreasi baru dari gerakan tari legendaris, Swan Lake. Meski aneh, Pak Kripi terkenal baik hati dengan jiwa yang tenang. Ia disegani semua orang. Pribadi yang murah senyum dan bijaksana dan berwibawa. Wi….bawa mobil, wi…bawa motor, wi…bawa kartu kredit, wi..bawa rumah. Dan yang terakhir itu mustahil.

Wati memberanikan diri untuk menemui Pak Kripi seperti saran Ibu Mingce. Dengan ditemani Ningsih ia berjalan menuju ke ruangannya. Samar-samar mereka mendengar suara musik klasik yang memang berasal dari ruangan Pak Kripi. Ketika hendak mengetuk pintu, tiba-tiba terdengar suara mengalun lembut menyapa mereka.

“Masuklah…” suara itu mengalun merdu

Mereka berdua sontak merinding mendengar suara itu. Bertepatan dengan itu, pintu ruangan Pak Kripi terbuka dengan sendirinya dengan pelan. Wati dan Ningsih berpelukan sambil berjalan memasuki ruangan itu. Beberapa kali mereka menelan ludah dengan bola mata menyapu sekeliling ruangan. Ruangan Pak Kripi ternyata sangat luas. Tampak seperti gymnasium. Lantainya terbuat dari kayu mengilat. Ningsih berlutut dan menghembuskan napasnya beberapa kali sampai mengembun di lantai. Ningsih menggosoknya dengan ujung rok seragamnya yang kemudian menampilkan bayangan berkilau.

“Ada yang bisa saya bantu” terdengar suara lembut dari seorang lelaki tua kurus berkeriput memakai baju Ballet lengkap. Musik klasik yang biasa terdengar mengiringi tari Ballet masih berkumandang dengan merdunya.

“Be..be..begitu..eh begini..pak…” Kata Wati terbata-bata yang pembicaraannya langsung dipotong Pak Kripi.

“Aku sudah tahu masalahmu, nak” Pak Kripi tersenyum. Bola matanya seolah tenggelam tak terlihat ketika ia tersenyum, “Tapi sebelumnya izinkan bapak menjelaskannya sambil melatih tarian Swan Lake-ku yang belum sempurna ini”.

Volume musik klasik pengiring tari Ballet Pak Kripi meninggi. Wati kebingungan, bagaimana Pak Kripi tahu semuanya? Padahal dia belum bercerita sedikitpun. Pak Kripi benar-benar Creepy. Wajah Wati dan Ningsih memucat.

Pak Kripi memulai tarian Swan Lake-nya. Ia berputar-berjinjit-melompat-kayang. Ia mulai berbicara sambil menari, “Aku bisa mengatakan kejadian ini adalah peristiwa yang sangat langka. Kemampuan yang luar biasa. Berhubung yang mengalami adalah Wati, jadi bisa aku katakan peristiwa yang disebut Watiception” kalimat terakhirnya diikuti gerakan imut sambil kayang. “Watiception adalah peristiwa dimana Wati-sebagai orang yang mengalami-bermimpi atau berhalusinasi kemudian dalam mimpi tersebut kamu bermimpi lagi. Mimpi betingkat. Mimpi berlapis”.

“Berapa lapis?” tanya Wati dan Ningsih berbarengan.

“Ratusan” jawab Pak Kripi sambil tersenyum ketika dia sedang melakukan gerakan ngangkang. “tapi beberapa orang, termasuk saya, yang memang memiliki kemampuan menjelajah mimpi akan sangat menguntungkan jika ada orang yang yang mengalami kejadian ini. Aku bisa dengan bebas menjelajah mimpi dan mencuri ide-ide orang. Tapi aku bukan orang yang seperti itu. Aku adalah orang baik, tidak sombong dan rajin menabung” mata kanannya berkedip manja sambil memamerkan gerakan Angsa mematuk Ular Sendok. “Tak usah khawatir, itu hanya mimpi. Mimpi special dan unik. Oh ya, aku mau melakukan gerakan legendaris, sebaiknya kalian keluar karena aku tak mau siapapun melihat gerakan ini sebelum waktu yang ditentukan”. Pak Kripi tersenyum. Senyum yang menenggelamkan bola matanya.

Hari berikutnya, Wati kembali seperti biasa. Kegundahan hatinya lenyap seusai ia diberi penjelasan oleh Pak Kripi. Ia kembali menyebar kabar telah jadian dengan Udin yang selalu dibantah oleh Siti dan Ijah. Ningsih sibuk mengunyah koleksi Abonnya. Sedangkan Udin masih tetap berdua kemanapun dengan Cowok Cakep Kelas Sebelah.

Di siang yang terik, tepatnya pada tiang jemuran yang penuh dengan jemuran berupa pakaian dalam berbagai ukuran, berdiri sesosok misterius dengan pose keren mengenakan jubah hitam. Tangannya memegang sebuah Teropong berwarna hitam sedang memperhatikan Wati dan teman-temannya. Sebuah Panci melayang mengenai kepalanya yang membuatnya goyah dari posisi kerennya di atas tiang jemuran.

“Woy!!! Turun lo!! Maling Jemuran!!!” teriak ibu-ibu gemuk dengan roll rambut warna warni. Sosok berjubah hitam itu melompat dengan cepat mengindari lemparan-lemparan senjata berupa peralatan rumah tangga.

“Dia ternyata ada di sini..fufufu…” sosok itu tertawa dramatis sampai- sampai ia tak melihat Tiang Listrik di hadapannya.

JDUKK!!!